Langsung ke konten utama

Unggulan

WISATA TANGKAHAN LANGKAT

  WISATA TANGKAHAN sesi foto dengan gajah, tidak gratis ya Jarak Medan ke Tangkahan di Langkat sejauh dua jam tiga puluh menit. Dari Medan ke Tangkahan jalan yang ditempuh cukup baik namum beberapa tempat  atau semakin dekat lokasi jalannya kurang baik karena mobil berjalan lambat. Kebun sawit jadi penanda kita kita akan masuk ke dalam lokasi dan pada hari libur ada antrian untuk membayar biaya masuk area saya lupa biayanya tapi sangat murah namun ini bukan biaya semuanya. Ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi di lokasi ini yaitu a. Wisata Sungai Batang Serangan setelah  memarkirkan mobil (ada biaya parkir) kami makan siang lebih dahulu. Banyak warung makan di lokasi ini. Setelah kami turun ke sungai. Karena kami datang saat liburan maka sungai dipenuhi dengan orang. Jika ingin menikmati sungai dengan lebih lama dapat menyewa lapak yang saat liburan harganya naik. Dalam foto dibawah ada beberapa tenda birru itu adalah lapak. di lapak sudah disediakan tikar untuk duduk dan manruh bar

BUKIT LAWANG, LANGKAT



Bukit Lawang jaraknya 80 km atau 2,5 jam dari kota Medan terletak di kecamatan Bahorok kabupaten Langkat. Bukit Lawang memiliki beragam wisata alam atau ecowisata. Tempat in masuk dalam kawasan hutan nasional gunung Leuser yang terbentang sampai di Aceh. Bukit Lawang sempat ramai dibicarakan pada tahun 2003 karena mengalami banjir bandang yang berdampak pada kematian ratusan orang, hancurnya rumah dan penginapan di sana. 


Menuju BTN

Kami menuju penginapan BTN ( Back To Nature) atau lengkapnya Back To Nature Ecotourism. Kami mengetahui penginapan ini dari postingan di youtube lalu mencari nomor kontak yang tertera di informasi tentang penginapan ini. Lihat dari postingan foto nampaknya peminat lokasi ini adalah orang asing. Tentang penginapan ini lebih lanjut akan dipaparkan sedikit dalam alur cerita ya..

Jelang keberangkatan kami mengalami masalah sehingga melakukan pemesanan ulang, oleh pengelola kami dibantu dan tidak mengalami kesulitan, mungkin karena masih pandemi sehingga belum ada pemesanan kamar di hari yang kami pilih. Kami memang biasa memilih hari di luar hari libur yang mungkin akan ramai pengunjung. Lebih sepi lebih baik buat kami.


Setelah tertunda akhirnya kami berangkat juga tetapi jelang sore  hari menunggu kegiatan selesai baru bisa meluncur. Perjalanan sejauh 2 jam 30 menit kami tempuh dari Medan. Dalam perjalanan kami dijemput oleh Pak Ongat. Beliau adalah karyawan sekaligus yang mengkoordinir kegiatan kami untuk dua hari kedapan. Tiba di parkiran mobil dengan biaya Rp. 20.000 kami lanjut dengan jalan kaki. Informasi awal dari pak Ongat kami harus berjalan sejauh 40 - 45 menit ke arah hutan lokasi penginapan kami berada. Awalnya kami berpikir suasananya seperti di Bali saat malam hari namun semakin jauh semakin tidak ada lagi penginapan. Rasanya dengan berjalan kaki sejauh 45 menit ini kami sudah langsung tracking. Melewati pepohonan, harus membuka sepatu karena melewati pinggiran sungai yang berair, melewati titian sambil diiringi bunyi air sungai yang kadang keras menandakan adanya riak air dibebatuan, melewati tempat dimana kami bisa melihat kunang - kunang.  Seru juga menuju lokasi penginapan dengan berjalan menyusuri pinggiran sungai dan menikmati hawa hutan di sekelilingnya. Kami tiba dipenginapan yang tanpa listrik jadi betul - betul back to nature. Penerangan hanya menggunakan lampu minyak yang dibuat dari botol. Saat kami datang pengunjung lain sudah ada sekitar 4 orang.

Kami memesan 2 kamar di penginapan ini. Sambil beristirahat, menikmati teh panas buatan karyawan kami melihat kamar yang berada di lantai 2. Seluruh penginapan terbuat dari papan kecuali rangka penginapan serta kamar mandi yang terbuat dari beton. Fasilitas dalam kamar ada tempat tidur untuk 2 orang dari papan dengan kelambu dan bambu dengan aroma kayu yang cukup kuat. Kami pernah tinggal di pedalaman Kalimantan Barat jadi agak terbiasa dengan aroma rumah kayu. Rak barang yang terbuat dari bambu. Kamar mandi dengan air melimpah dibangun dengan 3/4nya terbuka. Air berlimpah karena ada sumber mata air dari atas bukit di belakang penginapan. Yang menarik adalah kunci kamar tidak menggunakan pengunci seperti rumah atau penginapan pada umumnya hanya menggunakan pasak yang akan dimasukkan ke dalam lubang untuk menghalangi pintu terbuka.

Guide Tracking Bukit Lawang

Setelah istirahat malam, bangun pagi langsung menikmati pemandangan pagi serta suara arus sungai yang cukup keras hingga masuk ke dalam kamar. Pak Ongat mempersiapkan sarapan dan juga bekal untuk tracking hari ini. Semua masakan dimasak menggunakan kayu bakar, kalau belum terbiasa pasti agak bermasalah dengan aroma tapi buat yang terbiasa seperti kami ,alah menambah lapar.

Setelah sarapan kami melakukan tracking dengan kembali menyusuri jalan semalam ke arah pemukiman melewati pintu masuk kawasan hutan Gunung Leuser. Di pagi hari ini barulah kami melihat jalur yang kami lewati malam kemarin. barulah ami sadar juga bahwa ada jalur jalan yang menarik yaitu jalan di atas batu dimana jalur tersebut dibuat dengan cara menghancurkan batu sehingga membentuk jalur terowongan setengah lingkaran. Untuk tracking kami dipandu oleh pak Gunawan rekan pak Ongat yang sejak semalam ada di penginapan. Kami harus menyeberang menggunakan jembatan gantung yang dibayar Rp. 2.000 per orang. Di jembatan ini kami ditemani lagi oleh guide lainnya yaitu pak Putra yang membawa anaknya. Ternyata mereka pengelola wisata ini telah menetapkan aturan terkait tracking yaitu untuk setiap 2 orang tamu mereka harus didampingi satu orang guide. Salah satu manfaatnya adalah mereka harus bertanggung jawab atas keselamatan tamu jika terjadi sesuatu yang buruk. Misalnya yang sangat terkenal di hutan ini adalah orang hutan yang bernama Mina. Kisah bagaimana para guide harus mengorbankan diri bergelut bahkan digigit oleh Mina adalah kisah perjuangan para guide untuk keamanan para tamu. Pak Gunawan menunjukkan bekas gigitan Mina yang dialaminya beberapa bulan sebelumnya. Mereka, para guide, harus mengorbankan diri jika ada tamu yang tanpa sadar diganggu oleh Mina. Tidak mudah  juga menjadi guide di lokasi ini.


Setelah melewati gerbang hutan konservasi gunung Leuser kami beristirahat dan diberikan penjelasan singkat oleh pak Putra. Ada beberapa penjelasan yang penting dan harus diperhatikan yaitu pertama bahwa harus tetap berada bersama dengan para guide, berhati - hati dengan semua binatang yang ditemui dan sebaiknya tidak memberi makan kecuali oleh guide juga termasuk  sangat berhati - hati saat bertemu si Mina. Mina sendiri tidak diketahui akan kita jumpai di titik mana di dalam hutan atau bahkan bisa juga tidak akan kita temui, yang dikhawatirkan kalau kita berjumpa Mina di penghujung jalan karena saat itu kita semua letih. Kita juga harus berhati - hati juga karena ada kera - kera yang bisa nakal terhadap tamu khususnya dengan barang yang kita bawa.  Sambil mendengarkan penjelasan kami menikmati hewan liar pertama yaitu anak orang hutan yang asyik bergelantungan di dahan pohon yang tinggi. Kami lanjutkan perjalanan di antara pepohonan tinggi. Tiba - tiba ada suara yang memberitahukan bahwa ada Mina di depan kami dan disampaikan juga bahwa Mina tidak mau diberi makan. Sambil merapat ke guide saya menanyakan apa artinya "Mina tidak mau diberi makan", menurut guide itu tandanya Mina tidak dalam kondisi baik. Saat Mina mendekat guide lain menarik kami melewati jalur yang lain dan pak Putra berhadapan dengan Mina. Dari balik semak saya melihat Mina sedang bersama anaknya. Lumayan tegang juga harus mencari jalan di antara pepohonan dan belukar hutan. 

Lepas dari Mina kami bertemu lagi dengan orang hutan lain yang juga sedang menggendong anak dan sangat ramah dalam arti seperti tidak pusing akan keberadaan kita walaupun kita mendekat. Lebih jauh lagi kami berjumpa rombongan kera setelah itu berjumpa juga dengan 2 ekor orang utan yang mendekat dan menurut para guide mereka termasuk ramah terhadap manusia salah satunya bernama Juni. Hebat juga para pemandu ini bisa menghafal nama - nama orang utan.

Karena telah siang dan saatnya makan siang kami memutuskan untuk keluar dari bukit gunung Leuser menuju sungai untuk meikmati makan siang di sana. Pemandu sudah mempersiapkan makan siang bagi kami lengkap dengan air minum serta buah - buahan. Menuju sungai kami melewati tempat penangkaran yang sudah tidak dipakai lagi. Untuk menyeberang sungai dengan kedalaman air di atas perut orang dewasa maka kami menyeberang sambil berpegangan sambil diarahkan pemandu untuk memilih jalur yang tidak dalam.

Tubing River

Hari terakhir kami akan kembali ke Medan sambil menikmati Tubing. Tubing seperti arung jeram tetapi memakai ban dalam dari kendaraan besar. Jadi pemilik Tubing akan membawa sekitar 5 ban dalam yang dipikul lalu kelima ban tersebut akan diikat. 


Di bagian belakang dan depan dikhususkan bagi pemandu yang akan menggunakan tongkat atau kayu panjang yang akan digunakan jika ban akan berbenturan dengan dinding batu di sungai. Barang bawaan kami semua dimasukkan dalam plastik yang muat untuk  1 tas dan barang lainnya. Barang tersebut juga diletakkan di ban tubing untuk dijadikan sandaran. Kami para penumpang duduk di bagian tengah. 


Dalam perjalanan yang menghabiskan waktu selama 30 menit kami menikmati pemandangan juga menikmati adrenalin yang naik turun ketika masuk di jalur air yang deras dengan bebatuan yang sepertinya siap menghempas kami. Jika ingin menikmati tubing lebih dari 30 menit juga bisa. Sepertinya menggunakan tubing ini sangat aman dan sulit untuk terbalik. Akhirnya kami sampai di tengah perkampungan lalu mandi dan pamit kepada para pemandu lalu kami kembali ke Medan. Rencananya kami akan kembali tetapi untuk menikmati tracking ke dalam hutan lalu tinggal di dalam tenda selama satu malam. 





 

Komentar

Postingan Populer